Pada jaman dahulu kala di sebuah desa kecil di tepi Danau Toba
hiduplah sepasang suami-isteri dengan seorang anak perempuannya yang
cantik jelita bernama Seruni. Selain cantik, Seruni juga tergolong
sebagai anak yang rajin karena selalu membantu kedua orang tuanya ketika
mereka sedang bekerja di ladang yang hasilnya digunakan untuk mencukupi
kebutuhan hidup sehari-hari.
Suatu hari, Seruni harus bekerja di
ladang seorang diri karena kedua orang tuanya sedang ada keperluan di
desa tetangga. Ia hanya ditemani oleh anjing peliharaannya yang diberi
nama Si Toki. Sesampainya di ladang Seruni hanya duduk termenung sambil
memandangi indahnya alam Danau Toba. Sementara anjingnya, Si Toki, ikut
duduk disamping sambil menatap wajah majikannya yang tampak seperti
sedang menghadapi suatu masalah. Sesekali sang anjing menggonggong untuk
mengalihkan perhatian Seruni apabila ada sesuatu yang mencurigakan di
sekitar ladang.
Sebenarnya, beberapa hari terakhir Seruni selalu
tampak murung. Hal ini disebabkan karena Sang Ayah akan menjodohkannya
dengan seorang pemuda yang masih tergolong sepupunya sendiri. Padahal,
ia telah menjalin hubungan asmara dengan seorang pemuda di desanya dan
telah berjanji pula akan membina rumah tangga. Keadaan ini membuatnya
menjadi bingung, tidak tahu harus berbuat apa, dan mulai berputus asa.
Di satu sisi ia tidak ingin mengecewakan kedua orang tuanya, namun di
sisi lain ia juga tidak sanggup jika harus berpisah dengan pemuda pujaan
hatinya.
Setelah merenung beberapa saat dan tanpa menghasilkan
apa-apa, Seruni beranjak bangkit dari tempat ia duduk. Dengan berderai
air mata ia berjalan perlahan ke arah Danau Toba. Rupanya ia sudah
sangat berputus asa dan ingin mengakhiri hidupnya dengan cara
menceburkan diri ke Danau Toba. Sementara Si Toki yang juga mengikuti
majikannya menuju tepi danau hanya bisa menggonggong karena tidak tahu
apa yang sedang berkecamuk di dalam benak Seruni.
Saat berjalan
ke arah tebing di tepi Danau Toba, tiba-tiba ia terperosok ke dalam
sebuah lubang batu besar hingga masuk ke dasarnya. Dan, karena berada di
dasar lubang yang sangat gelap, membuat gadis cantik itu menjadi takut
dan berteriak minta tolong kepada anjing kesayangannya. Namun karena Si
Toki hanyalah seekor binatang, maka ia tidak dapat berbuat apa-apa
kecuali terus-menerus menggonggong di sekitar mulut lubang.
Akhirnya gadis itu pun semakin putus asa dan berkata dalam hati, “Ah, lebih baik aku mati saja.”
Setelah
berkata seperti itu, entah mengapa dinding-dinding lubang tersebut
mulai merapat. “Parapat…! Parapat batu!” seru Seruni agar dinding batu
semakin merapat dan menghimpit tubuhnya.
Melihat kejadian itu Si
Toki langsung berlari ke rumah untuk meminta bantuan. Sesampainya di
rumah Si Toki segera menghampiri orang tua Seruni yang kebetulan sudah
berada di rumah. Sambil menggonggong, mencakar-cakar tanah dan
mondar-mandir di sekitar majikannya, Si Toki berusaha memberitahukan
bahwa Seruni dalam keadaan bahaya.
Sadar akan apa yang sedang
diisyaratkan oleh si anjing, orang tua Seruni segera beranjak menuju
ladang. Keduanya berlari mengikuti Si Toki hingga sampai ke tepi lubang
tempat anak gadis mereka terperosok. Ketika mendengar jeritan anaknya
dari dalam lubang, Sang Ibu segera membuat obor sebagai penerang karena
hari telah senja. Sementara Sang Ayah berlari kembali menuju desa untuk
meminta bantuan para tetangga.
Tak berapa lama kemudian, sebagian
besar tetangga telah berkumpul di rumah ayah Seruni untuk bersama-sama
menuju ke lubang tempat Seruni terperosok. Mereka ada yang membawa
tangga bambu, tambang, dan obor sebagai penerangan.
Sesampainya
rombongan di ladang, sambil bercucuran air mata Ibu Seruni berkata pada
suaminya, “Pak, lubangnya terlalu dalam dan tidak tembus cahaya. Saya
hanya mendengar sayup-sayup suara anak kita yang berkata: parapat,
parapat batu…”
Tanpa menjawab pertanyaan isterinya, Ayah Seruni segera melonggok ke dalam lubang dan berteriak, “Seruniii…! Serunii…!”
“Seruni…anakku! Kami akan menolongmu!” sang ibu ikut berteriak.
Beberapa
kali mereka berteriak, namun tidak mendapat jawaban dari Seruni. Hanya
suara Seruni terdengar sayup-sayup yang menyuruh batu di sekelilingnya
untuk merapat dan menghimpitnya.
Warga yang hadir di tempat itu
juga berusaha untuk membantu dengan mengulurkan seutas tambang hingga ke
dasar lubang, namun sama sekali tidak disentuh atau dipegang oleh
Seruni.
Merasa khawatir, Sang Ayah memutuskan untuk menyusul
puterinya masuk ke dalam lubang, “Bu, pegang obor ini! Saya akan turun
menjemput anak kita!”
“Jangan gegabah, Pak. Lubang ini sangat berbahaya!” cegah sang isteri.
“Benar Pak, lubang ini sangat dalam dan gelap,” sahut salah seorang tetangganya.
Setelah
ayah Seruni mengurungkan niatnya, tiba-tiba terdengar suara gemuruh dan
bumi pun bergoncang dahsyat yang membuat lubang secara perlahan merapat
dan tertutup dengan sendirinya. Seruni yang berada di dalam lubang
akhirnya terhimpit dan tidak dapat diselamatkan.
Beberapa saat
setelah gempa berhenti, di atas lubang yang telah tertutup itu muncullah
sebuah batu besar yang menyerupai tubuh seorang gadis yang seolah-olah
menggantung pada dinding tebing di tepi Danau Toba. Orang-orang yang
melihat kejadian itu mempercayai bahwa batu itu adalah penjelmaan dari
Seruni dan kemudian menamainya sebagai “Batu Gantung”.
Dan,
karena ucapan Seruni yang terakhir didengar oleh warga hanyalah
“parapat, parapat, dan parapat”, maka daerah di sekitar Batu Gantung
kemudian diberi nama Parapat. Kini Parapat telah menjelma menjadi salah
satu kota tujuan wisata di Provinsi Sumatera Utara.
Home »
» Cerita Batu Gantung dari Danau Toba
Cerita Batu Gantung dari Danau Toba
Posted by Unknown
Posted on 15:20
with No comments
0 Comments